Kantor Urusan Internasional Universitas Diponegoro (KUI UNDIP) menyelenggarakan konferensi internasional Asian-African Student’ Conference dengan tema “Global South to South Cooperation: Climate Justice and Sustainability” pada 29-31 Juli 2024. Acara ini diikuti oleh 42 (empat puluh dua) mahasiswa internasional dari berbagai negara seperti Pakistan, Afghanistan, Yemen, Ghana, Philippines, The Gambia, Nigeria, Myanmar, Sierra Leone, Sudan, Somalia, Kenya, Timor Leste, dan Liberia, yang melanjutkan studi di perguruan tinggi di Indonesia. Di antaranya adalah mahasiswa internasional UNY, UI, UGM, UIII, UNS, UPI, UMY, UDINUS, UIN Walisongo, dan UNISSULA.
Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Inovasi, Wijayanto, S.IP., M.Si., Ph.D. dalam sambutannya secara daring menyampaikan selamat datang kepada para mahasiswa internasional. Forum ini adalah aksi nyata mahasiswa dengan perannya sebagai pemimpin, aktivis, peneliti untuk mewujudkan masa depan yang berkelanjutan. “This is a part of cross continental partnership in a discussion regarding policy and framework about the renewable energy. Let’s make the best of it,” pesannya.
Pulung Widhi Hari Hananto, S.H., M.H., L.L.M selaku Kepala KUI UNDIP menyebutkan bahwa konferensi mahasiswa ini dicetuskan dengan semangat Diponegoro. “Dengan nilai-nilai perjuangan Pangeran Diponegoro, salah satu pahlawan nasional Indonesia, kita bergerak mencapai perubahan,” ujarnya.
Acara dilanjutkan dengan sesi pleno bersama empat narasumber yakni Director for Asia-Pacific and African Intra and Inter-regional Cooperation, Tyas Baskoro Her Witjaksono Aji; Wakil Kepala Kantor Pemeringkatan UNDIP, Dessy Ariyanti, Ph.D; ESD and Business Sustainabilty Expert of SDGs Center UNDIP, Prof. Bulan Prabawani, Ph.D; dan Kepala KUI UNDIP, Pulung Widhi Hari Hananto, S.H, M.H, L.L.M.
Narasumber pertama Tyas Baskoro Her Witjaksono Aji menjelaskan materi “Global South to South Cooperation: Climate Justice and Sustainability.” Kedua hal tersebut mempunyai fokus yang berkesinambungan yaitu fairness, equity, dan well-being. South to South Cooperation menjadi agenda penting untuk pencapaian SDGs.
Kemudian, Dessy Ariyanti, Ph.D menerangkan tentang “South to South Cooperation for Global Challenges.” Dengan meningkatnya populasi, kita harus mulai mengupayakan keberlanjutan sumber daya alam yang tersedia saat ini untuk generasi mendatang. Universitas dapat menjadi katalis atas inisiasi South to South Cooperation dalam mengatasi krisis iklim global dengan mencari cara menggunakan sumber daya secara minimal untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk masyarakat masa kini dan di masa depan.
Selanjutnya, Prof. Bulan Prabawani, Ph.D mendiskusikan “Private Sector’s Role in Advancing SDGs.” Untuk menguatkan tujuan pembangunan berkelanjutan, semua pihak harus berkolaborasi. Saat ini, emisi global di Asia sangat tinggi karena terdapat banyak pabrik, sedangkan di Afrika juga mengalami krisis tingginya populasi. Karena itu dalam pengembangannya, sektor perusahaan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem dan konservasi energi untuk mencapai kesejahteraan negeri dalam jangka panjang.
Pulung Widhi Hari Hananto, S.H, M.H, L.L.M. mempresentasikan “Climate Action and Climate Justice.” Dirinya menyebutkan bahwa South to South Cooperation terbentuk atas dasar sejarah perjuangan negara-negara Asia Afrika yang hampir sama sebagai negara berkembang. Sekarang, krisis iklim merupakan ancaman apabila manusia tidak melakukan upaya konservasi ekosistem di bumi. Melalui konferensi ini, mahasiswa mampu meningkatkan kesadaran pentingnya isu alam, melakukan riset dan inovasi, serta berkolaborasi dengan sektor lain untuk mendorong perubahan.
Sesi selanjutnya yaitu diskusi panel dengan Panel 1 (SDG 7: Affordable and Clean Energy), Panel 2 (SDG 4: Quality Education), Panel 3 (SDG 9: Industry, Innovation, and Infrastructure), Panel 4 (SDG 11: Sustainable Cities and Communities), dan Panel 5 (SDG 13: Climate Action). (Titis-Public Relations)
0 Komentar